Selepas lelaki itu menjauhi toko kami, Kakak bergegas menghampiriku. Sorot matanya tak sabar ingin menceritakan sesuatu. Aku memasang kuping baik-baik, meski awalnya tak begitu tertarik. Hingga kemudian cerita ini kusimpan dalam-dalam. Sampai hari ini, 2 tahun sejak kejadian itu.
9 Ramadhan 1435 H.
Matahari tegak perkasa. Aroma terik menyeruak. Ini siang yang memanggang. Bisa dipastikan orang-orang malas bergerak. Mengibas-ngibas tangan sambil menggerutu lebih mengasyikkan. Lelaki yang akan kuceritakan adalah pengecualian.
Dia berjalan membelah terik, menuju toko kami. Agak ganjil memang, biasanya kalau ada yang datang akan terdengar deru mesin kendaraan berhenti. Tapi, ia datang diam-diam, begitu tiba-tiba.
Kakak menemuinya. Mempersilahkan melihat koleksi boneka kami.
"Ini harganya berapa?" Telunjuknya mendekati boneka panda dengan kombinasi warna kuning dan putih.
Selera yang payah. Menurutku, itu boneka terjelek kedua di toko kami. Aku tak yakin ada yang mau membeli.
"Lima puluh ribu," jawab Kakak saat itu.
Ragu-ragu ia bertanya, "bisa kurang, nggak?"
"Memang mau dihadiahkan buat siapa?"
Pertanyaan yang sama telah kami ajukan pada banyak pembeli. Para pria biasanya menjawab untuk pacar. Lagi-lagi, lelaki ini tidak biasa.
"Untuk adik saya."
Maksudku, dia luar biasa.
"Bagaimana kalau yang ini, harganya cuma sepuluh ribu." Kakak menawarkan boneka lebih kecil setelah membaca risau di wajah lelaki itu.
Menurutku, itu boneka paling jelek.
Dia penuh pertimbangan. Meski binar matanya lebih mengharapkan boneka panda.
Kata Kakak, usia lelaki itu sekitar 15 tahun. Pakaiannya lusuh, seperti habis bekerja keras.
"Baiklah, dua puluh lima ribu saja untuk boneka panda." Kakakku tidak butuh banyak pertimbangan demi mengabulkan harapan seorang kakak.
Ini bukan lagi tentang harga, karena membuat orang lain bahagia jauh berharga.
Kisahnya mengingatkanku pada pembeli lain. Pada remaja berseragam putih abu-abu yang tanpa ragu membeli boneka senilai dua ratus ribu untuk sang pacar. Sebenarnya, ada banyak sekali yang serupa.
Ketika remaja lain membayar mahal untuk cinta, lelaki berbaju kumal memilih yang terbaik sesuai kemampuannya. Sebab, cinta yang tulus selalu sederhana.
*Based on true story
Sebab, cinta yang tulus selalu sederhana.
ReplyDeleteSubhanallah... melting sekali ini mba ...
Melayangnya jangan tinggi-tinggi, Mbak :D
DeleteThis comment has been removed by the author.
Deleteya Allah. Masih ada anak anak muda seperti itu
ReplyDeleteAlhamdulillah, masih ada dan semoga akan selalu ada. :)
DeleteKakak yang romantis...
ReplyDeleteWahh, Mbak Vinny hebat. Memandang dengan sisi yang lain. Kakak yang romantis, benar juga ya.
Deletebaper pengen punya kakak *Eh
ReplyDeleteCinta akan selalu sederhana ya Mbak, yang membuat hanyalah manusia :)
ReplyDeleteBoleh dong Mbak mampir dan komentar disini
keren fik ... jangan lupa ubek-ubek blog saya ya di Arhamatahari.bogspot.com :D hehehhe
ReplyDeleteTerima kasih telah mampir dan berkomentar, teman-teman. :) Besok-besok jangan tinggalkan link aktif lagi ya. ;)
ReplyDeleteItu adikku ;)
ReplyDeleteso sweet bangeet.. bikin baper nih tulisannya hehe
ReplyDelete